Kisah berliku ini bermula saat saya lagi duduk di kelas 6 sekolah dasar negeri di kampungku. Menjelang ujian akhir sekolah dasar, di kelas kami ada seorang siswa pindahan dari sekolah lain. Selanjutnya keseharian sekolah berjalan normal seperti biasa, namun lambat laun akhirnya saya dan teman-teman sekelas harus mengakui bahwa anak baru tersebut rupanya mempunyai otak yang cemerlang alias sangat cerdas dibanding kami semua.
Singkat cerita, dari hasil ujian SD yang kami lakukan,kami semua dinyatakan lulus semua tanpa terkecuali, dan hanya dibedakan oleh nilai perolehan saja. Dengan nilai kelulusan yang memadai akhirnya saya bisa diterima pada Sekolah Menengah Pertama Negeri yang cukup terpandang di kota kami, termasuk teman baru yang saya ceritakan diatas. Nah saat di SMP inilah cerita "paradoks" teman saya mulai nampak, rupanya kecemerlangan otak teman saya saat di SD begitu cemerlang, tidak bisa berlanjut dan berlawanan dengan kondisi saat dia menempuh pendidikan di SMP.
Kala itu terus terang saya jadi bingung , kenapa teman yang tadinya saya kagumi dan sangat pintar tersebut , tiba-tiba jadi murid yang biasa-biasa saja, dan tidak menunjukan bahwa dia adalah bekas juara kelas di SD saya, dan puncaknya adalah dia ternyata tidak bisa lulus pada ujian SMP. Dari sejak saat itulah saya mulai tidak pernah bertemu lagi dengan teman yang saya maksud diatas , dikarenakan saya harus melanjutkan sekolah di kota lain, dan berlanjut saya harus juga meninggalkan kota kelahiran saya setelah tamat SLTA dan berlanjut karena saya harus bekerja di kota lain.
Cerita lain lagi adalah kisah dari adik teman saya , yang saat itu bersekolah disalah satu SMA favorit dii kota kelahiran saya di daerah Jawa Timur. Otak anak tersebut banyak orang mengatakan memang tergolong katagori sangat encer dibanding dengan teman-teman seangkatannya, maka dari itu tidaklah mengherankan kalau dia selalu masuk rangking 3 besar di SMA tersebut. Atas perjuangan kerasnya selama di SMA tersebut, akhirnya dia bisa terpilh menjadi salah satu siswa yang bisa masuk dalam program PMDK. Untuk itu dia bisa dan berhak langsung masuk kuliah pada salah satu perguruan tinggi ternama di Jawa Barat tanpa harus mengikuti test penyaringan seperti teman-teman yang lain, yang harus bersusah payah yang masih harus mengikuti test yang tidak gampang untuk ukuran kebanyakan calon mahasiswa.
Berkat dari program PMDK tersebut, berangkatlah adik teman saya tersebut ke Jawa Barat untuk mengikuti perkuliahan seperti layaknya mahasiwa baru lainnya. Saya bisa memastikan pada saat itu anak tersebut pasti merasa sangat bangga yang sangat ruaarrr biasa, dimana...yang nota bene anak dari kampung kecil alias udik bisa masuk perguruan tinggi yang cukup terpandang dan banyak diperebutkan oleh banyak kalangan calon mahasiswa di negeri ini.
Semester pertama berjalan lancar sesuai yang dia maupun orang tua harapkan, semua nilai mata kuliah yang diambil mendapatkan nilai yang sangat memuaskan, begitu juga semester-semester berikutnya. Singkat cerita pada saat berakhirnya tahun ke tiga ,dimana harapan semua keluarga mulai terukir indah karena akan adanya Insinyur muda di keluarga mereka dalam waktu yang tidak akan lama lagi, tiba-tiba muncullah situasi yang sebelumnya tidak pernah dibayangkan bakal terjadi baik oleh anak itu sendiri maupun keluarganya. Rupanya pada tahun ke tiga ini anak tersebut mengalami kesulitan dalam menerima dan mencerna dari mata kuliah yang dia ikuti. Ending dan klimak dari kisah masalah tersebut adalah keputusan dari perguruan tinggi yang sangat mencengangkan kawan maupun keluarga yaitu memutuskan bahwa, dia dinyatakan tidak bisa lagi meneruskan pendidikannya di perguruan tinggi tersebut alias di DO, karena sangat merosot kemampuan akademisnya dan sudah tidak memungkinkan untuk dipertahankan oleh institusi perguruan tinggi tersebut.
Sampai disini saya tidak mencari tahu kenapa mereka bisa mengalamai kejadian seperti itu, namun yang harus saya garis bawahi dari dua kasus itu adalah hanya mencoba memahami sifat Kuasa Tuhan yang harus kita yakini. Fakta dari ke dua kisah yang dipaparkan diatas, memberikan referensi kuat kepada saya untuk semakin yakin akan kebenaran yang selama ini saya yakini, bahwa masing-masing orang mempunyai jalan dan garis hidup sendiri yang tidak harus seragam dengan orang lain maupun harus sama dengan keinginan awal , dimana semuanya harus tunduk sesuai dengan "skenario" NYA.
Yang satu dia cuma hebat saat di SD dan harus mengalami kegagalan saat menempuh ujian SLTPnya, sementara mahasiswa yang berbeasiswa tersebut rupanya mungkin tidak tepat kalau harus menyandang gelar insinyur. Dimana menurut logika umum seperti saya ini pasti mengatakan bahwa mahasiswa ini seharusnya bisa menyelesaikan semua SKS sesuai dengan jumlah dan waktu yang ditetapkan, karena sejak awal dia adalah termasuk salah satu siswa pilihan baik saat dia masih di tingkat SMP maupun di tingkat SMA.
Jalan Simpang.
Sebelum saya bertemu dengan mereka beberapa tahun yang lalu, sebetulnya pada tahun kejadian dari kedua kasus tersebut diatas, saya pernah berkesimpulan bahwa kedua orang tersebut telah "habis" dan gagal dalam merenda mimpi dalam jenjang pendidikan maupun dalam kehidupan nantinya. Paham ini saya ikuti, karena terus terang saat itgu saya masih terhanyut dengan paham masyarakat kita yang masih memberlakukan definisi keberhasilan tunggal, yaitu seseorang dikatakan berhasil kalau dia bisa menyelesaikan pendidikannya dengan baik dan lancar. Memang tidak ada salahnya dengan paham dan argumentasi tersebut, tapi pada kenyataannya bukankah sebetulnya masih begitu banyak disiplin ilmu lain yang bisa dipilih, yang tidak harus seragam dengan bayak pilihan orang dan atau sama dengan pilihan awalnya. Misalnya kalau gagal pada disiplin A bisa segera pindah jalur ke disiplin B atau yang lainnya.
Akhir cerita, rupanya kepastian yang harus mereka terima tidak seperti yang tergambar dalam imajinasi sempit saya saat itu. Mereka kenyataanya telah bisa menjadi orang yang bisa meraih sukses juga. Yang tidak lulus SMP saat itu bisa menjadi pengusaha sukses di kota saya, setelah dia merubah jenjang pendidikannya dari SMP pindah SMEP dan bisa meneruskan pada jenjang selanjutnya. Sementara yang pernah DO bisa menjadi salah satu profesional bankir pada salah satu bank terkenal di ibukota, karena setelah mengalami kondisi yang tidak menyenangkan tersebut dia segera banting stir atau haluan dan masuk pada salah satu institute bank di Jakarta.
Ini semua bagi saya adalah merupakan sebagai bukti bahwa di dunia ini, bagi saya sebetulnya tidak ada kegagalan mutlak. Dalam dua kasus ini , yang terjadi saat itu bukannya gagal, melainkan hanyalah mereka sedang mengalami salah jalan dan seyogyanya harus segera memilih jalan simpang untuk bisa meraih sukses lain yang telah disiapkan olehNYA yang bisa dipastikan akan cocok serta akan membawa manfaat untuk mereka berdua . Dan sangat beruntung ternyata mereka berdua bisa menangkap isyarat itu dan menjalaninya dengan yakin dan penuh upaya.
Manusia lemah seperti kita semua tidak akan pernah tahu apalagi bisa menerka atas semua kehendakNYA, oleh karenanya kita tidak boleh berhenti berjuang serta berharap dalam meniti keberhasilan , sementara kepastian dan kepantasan keberhasilan tersebut seharusnya kita serahkan saja pada Zat Yang Murbeng Dumadi yaitu Illahi Robbi.
BRAVO.
BEKASI, medio NOV 2009.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar